DESAIN PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN SEKS BAGI REMAJA MUSLIM
BAB IPENDAHULUAN
Masa remaja merupakan masa transisi (peralihan). Yang dikatakan remaja biasanya adalah mereka yang telah mulai duduk di kelas menengah pertama, dengan rata-rata usia di atas 12 tahun. Dalam usia ini (10-14 tahun) disebut dengan usia pubertas (sinn al-Murahaqah). Adapun pada tingkat selanjutnya yakni pada usia 13-16 tahun, kita kenal degan usia pendewasaan (sinn al-Bulugh). Pada usia pubertas sering terjadi perubahan-perubahan fisik pada anak. Anak laki-laki mulai mengalami mimpi basah, sedang anak perempuan mulai mendapatkan menstruasi yang pertama. Sekalipun ada beberapa anak perempuan yang dapat kita temui telah mengalami menstruasi sebelum usia 10 tahun. Pada usia pendewasaan, anak-anak mulai tumbuh dewasa, mereka biasanya sudah mulai diajarkan tentang etika tingkah laku seksual dan pernikahan. Pada tahap ini mereka biasanya sudah diajarkan tentang berlaku sopan dan menahan diri.
Masa remaja merupakan masa-masa yang mempunyai resiko cukup tinggi. Ketika dorongan seksual yang ditandai dengan menstruasi (menarkhe) dan beberapa bagian tubuh mengalami perubahan (pada wanita), terjadinya perubahan suara dan beberapa perubahan lain (pada laki-laki), menyebabkan dorongan seksual meningkat dengan lebih tinggi. Pada saat dorongan tersebut kuat, biasanya remaja akan mencari sesuatu yang baru, dan bukan tidak mungkin remaja tersebut akan melakukan tindakan-tindakan seksual secara tidak wajar. Dorongan-dorongan untuk melampiaskan dorongan perkembangan organ-organ seksual ini yang terkadang tidak mampu dibendung dengan baik oleh sebagian remaja saat ini. Apalagi ditambah dengan pengaruh-pengaruh eksernal yang begitu kuat untuk melampiaskan dorongan-dorongan seksual yang tidak sewajarnya. Pengaruh eksternal tersebut antara lain adalah internet yang tinggal klik sekali saja, maka browsing terhadap hal-hal yang tidak semestinya menjadi cepat terakses.
Remaja yang tumbuh di dunia barat dan di dunia timur mempunyai banyak perbedaan. Di barat, remaja yang melakukan hubungan seks di luar nikah merupakan hal yang biasa. Namun sangat jauh berbeda dengan dunia timur, terutama Islam. Islam secara tegas melarang hubungan seks di luar pernikahan. Hal ini merupakan tingkatan moral yang tak ternilai harganya. Remaja dalam Islam diharapkan mampu menahan godaan seksual, hal ini dicontohkan oleh Nabi Yusuf sebagaimana terlihat dalam qur`an surat Yusuf:
çmø?yŠurºu‘ur ÓÉL©9$# uqèd †Îû $ygÏF÷t/ `tã ¾ÏmÅ¡øÿ¯R ÏMs)¯=yñur šUºuqö/F{$# ôMs9$s%ur |Mø‹yd šs9 4 tA$s% sŒ$yètB «!$# ( ¼çm¯RÎ) þ’În1u‘ z`|¡ômr& y“#uq÷WtB ( ¼çm¯RÎ) Ÿw ßxÎ=øÿムšcqßJÎ=»©à9$# ÇËÌÈ ô‰s)s9ur ôM£Jyd ¾ÏmÎ/ ( §Nydur $pkÍ5 Iwöqs9 br& #u䧑 z`»ydöç/ ¾ÏmÎn/u‘ 4 y7Ï9ºx‹Ÿ2 t$ÎŽóÇuZÏ9 çm÷Ztã uäþq¡9$# uä!$t±ósxÿø9$#ur 4 ¼çm¯RÎ) ô`ÏB $tRÏŠ$t6Ïã šúüÅÁn=øÜßJø9$# ÇËÍÈ
23. dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan Dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: "Marilah ke sini." Yusuf berkata: "Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik." Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung.
24. Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata Dia tidak melihat tanda (dari) Tuhanny. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.
Dalam sebuah hadits yang artinya: “wahai pemuda yang meningggalkan syahwatnya karena-Ku, kedudukanmu disisi-Ku sama dengan malaikat-Ku”. Ini menandakan betapa pentingnya menahan dorongan seks dalam Islam, sehingga seks dalam Islam perlu diajarkan secara Islami.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Seks Dalam Islam
Dalam kehidupan manusia, manusia diciptakan dengan dua insting (gharizah) mendasar. Dua gharizah itu adalah mempertahankan hidupnya (dengan mencari makan) dan mempertahankan keturunan hidupnya (naluri seksual). Gharizah kedua ini tertanam kuat dalam tubuh setiap manusia. Sangat kuatnya gharizah kedua ini, menjadikan manusia selalu meminta tempat penyaluran untuk memenuhi fungsinya dan keinginannya. Karena adanya kondisi tersebut manusia pasti berhadapan dengan posisi-posisi tertentu, diantaranya adalah:
1. Keinginan manusia untuk melepaskan kendali seksualnya, sehingga akan pergi kemana saja dan berbuat apa saja tanpa batas yang membendungnya berupa agama, budi pekerti, ataupun adat (pranata).
2. Manusia akan menentang gharizah seksualnya itu, seperti halnya yang terjadi dikalangan aliran-aliran yang menganggap hubungan seksual itu suatu perbuatan yang kotor, melarang perkawinan dan menganggap celaka kalau kawin, seperti aliran Mano, kependetaan, dan sebagainya.
3. Manusia akan membuat pembatas yang beroperasi ke dalam, tanpa menjatuhkan derajat manusia dan tanpa memberikan kebebasan yang penuh kegila-gilaan. Pendirian ini berlaku bagi pemeluk agama-agama samawi (agama-agama yang datangnya dari Tuhan).
Islam sendiri berada dalam posisi ketiga yakni membuat pembatas yang beroperasi ke dalam. Islam secara tegas memberikan anjuran untuk tidak mendekati hal-hal yang berbau seksualitas, sebagaimana hal ini terlihat dalam al qur`an:
Ÿwur (#qç/tø)s? #’oTÌh“9$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. Zpt±Ås»sù uä!$y™ur Wx‹Î6y™ ÇÌËÈ
Yang artinya: “dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”. (al-Isra : 32)
Firman Allah tersebut secara jelas menerangkan kepada kita, jangankan untuk berada dalam lembah zina yang melampiaskan gharizah seskual dengan tidak benar, untuk mendekatinya pun kita sudah mendapatkan peringatan yang jelas melalui perintah al qur`an tersebut.
Perzinaan dapat mengaburkan keturunan, merusak keturunan, menghancurkan rumah tangga, meretakkan perhubungan, meluasnya penyakit kelamin, kejahatan nafsu, dan merosotnya akhlak. Dalam hal ini pun secara tersirat tergambar dalam dialoq antara Musa AS dengan Iblis laknatullah alaih, bahwasanya dalam dialoq antara keduanya memuat diantara : “… aku ingatkan kepadamu tiga hal, yaitu janganlah engkau berduaan dengan perempuan yang tidak halal bagimu, karena tidak seseorang yang berduaan dengan perempuan yang tidak halal baginya melainkan aku (iblis) menjadi sahabatnya disamping sahabat-sahabatku…”. Dialoq antara Musa AS dengan ibils tersebut mengisyaratkan kepada kita untuk menajuh dari zina yang mengandung gharizah seksual.
Islam sebagaimana kita ketahui, apabila mengharamkan sesuatu, maka ditutupnyalah jalan-jalan yang akan membawa perbuatan haram itu. Juga mengharamkan cara apa saja dan seluruh pendahuluannya, yang mungkin dapat membawa kepada perbuatan haram itu. Dalam konteks ini beberapa hal yang perlu untuk kita perhatikan antara lain adalah:
1. Berusaha untuk menghindari berduaan dengan perempuan yang bukan mahram ditempat-tempat yang dapat mengundang syahwat. Dalam hal ini nabi pernah bersabda : “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah sekali-kali bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak bersama mahramnya, karena yang ketiga adalah syetan”. (riwayat Ahmad). Dalam hadits lainnya : “Jangan sekali-kali salah seorang diantara kalian menyendiri dengan seorang perempuan kecuali bersama mahramnya”.
2. Berusaha untuk melihat lawan jenis dengan tanpa syahwat atau dengan bahasa lain kita dianjurkan untuk menundukkan pandangan kita. Diantara sesuatu yang diharamkan dalam Islam mengenai gharizah seksual adalah pandangan laki-laki terhadap perempuan ataupun sebaliknya. Hal ini secara jelas telah diterangkan oleh Allah melaluii firman-Nya:
@è% šúüÏZÏB÷sßJù=Ïj9 (#q‘Òäótƒ ô`ÏB ôMÏdÌ»|Áö/r& (#qÝàxÿøts†ur óOßgy_rãèù 4 y7Ï9ºsŒ 4’s1ø—r& öNçlm; 3 ¨bÎ) ©!$# 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqãèoYóÁtƒ ÇÌÉÈ
Yang artinya: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. (an Nur : 30)
Dalam hal ini dapat kita pula dalam sabda nabi: “Dua mata itu bias berzina, dan zinanya adalah melihat” (riwayat Bukhari).
Urusan pemilik syahwat berakhir pada kerinduan terhadap tempat khusus. Maka ia tidak ingin memenuhi kebutuhan kecuali dari tempat itu. Itu adalah hal yang tercela. Sikap berlebih-lebihan selamanya tercela, bahkan penguasaan syahwat dapat menghilangkan akal. Sementara menghilangkan syahwat secara keseluruhan pun tercela. Yang paling baik yang pertengahan. Setiap kali syahwat yang bertambah, maka kendalikanlah dengan lapar atau nikah. Nabi pernah bersabda: “Wahai para pemuda, hendaklah kalian menikah. Maka barang siapa yang tidak mampu menikah, hendaklah berpuasa, karena puasa merupakan perisai baginya”.
B. Perkembangan Psikologis Remaja
Usia remaja (sinn al Murahaqah) yang kemudian kita mengenalnya dengan masa pubertas merupakan suatu masa saat perkembangan fisik dan intelektual berkembang sangat cepat. Pubertas itu sendiri merupakan rangkaian perubahan fisik yang membuat organism secara matang mampu berproduksi. Hampir setiap organ dan sistem tubuh dipengaruhi oleh perubahan ini. Anak yang sedang mengalami puber awal akan berbeda dengan puber akhir dalam penampakkan luar karena perubahan tinggi, proporsi tubuh dan adanya tanda-tanda perkembangan seksual pertama dan kedua.
Pubertas dianggap sebagai periode sensitif yang memiliki pengaruh sangat besar bagi kehidupan individu. Periode ini menandai perpindahan dari tahap anak-anak menjadi tahap dewasa. Dalam sebuah hadits: “Dari nafi’, ia berkata, aku memberitahukan hal ini kepada Umar ibn bin Abdul Aziz, maka dia berkata, “Inilah usia yang menjadi batas antara anak kecil dan orang dewasa.” (riwayat Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Thurmudzi, dan an Nasa`i). Dari riwayat hadits ini adalah pada usia 15 tahun (masa pubertas) yang membedakan antara anak kecil dengan yang telah dewasa.
Usia pubertas juga digambarkan dalam qur`an:
(#qè=tGö/$#ur 4’yJ»tGuŠø9$# #Ó¨Lym #sŒÎ) (#qäón=t/ yy%s3ÏiZ9$# ÷bÎ*sù Läêó¡nS#uä öNåk÷]ÏiB #Y‰ô©â‘ (#þqãèsù÷Š$$sù öNÍköŽs9Î) öNçlm;ºuqøBr& ( Ÿwur !$ydqè=ä.ù's? $]ù#uŽó Î) #·‘#y‰Î/ur br& (#rçŽy9õ3tƒ 4 `tBur tb%x. $|‹ÏYxî ô#Ïÿ÷ètGó¡uŠù=sù ( `tBur tb%x. #ZŽÉ)sù ö@ä.ù'uŠù=sù Å$rá÷èyJø9$$Î/ 4 #sŒÎ*sù öNçF÷èsùyŠ öNÍköŽs9Î) öNçlm;ºuqøBr& (#r߉Íkôr'sù öNÍköŽn=tæ 4 4‘xÿx.ur «!$$Î/ $Y7ŠÅ¡ym ÇÏÈ
Yang artinya: “dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu Makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan Barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut. kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu)”. (an-Nisa : 6)
Pubertas itu sendiri menimbulkan reaksi-reaksi terhadapnya. Reaksi-reaksi tersebut merupakan upaya menyesuaikan diri dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam tubuhnya. Perubahan yang terjadi dalam tubuh tersebut harus segera diintegrasikan kedalam kesan diri (self image). Tujuan remaja adalah dapat berproduksi. Jadi remaja dihadapkan pada potensi-potensi baru yang meliputi minat terhadap seksual, fantasi erotic, dan eksperimen.
Dalam perkembangan psikologis remaja, terlebih dalam kaitannya dengan masa pubertas, kita juga tidak dapat menghindar dari perkembangan moral remaja. Pada usia ini dalam perkembangan moral, peserta didik mengalami masa peralihan (transisi), yakni tingkat moralitas konvensional ke tingkat moralitas pascakonvensional. Pada tingkat moralitas konvensional individu melakukan penalaran berdasarkan pandangan dan pengharapan kelompok sosial. Aturan dan norma sosial dipatuhi untuk mendapatkan persetujuan orang lain atau untuk memelihara aturan sosial. Pada tingkat ini terdapat dua tahapan moralitas. Pertama, tahap konformitas interpersonal, yakni: “tahap anak-anak baik-baik (the good boy/ good girl stage), perilaku dinilai dari niat pelakunya seperti konsep kesetiaan, kepercayaan, dan rasa terimakasih”. Mereka mulai mengisi peran-peran sosial yang diharapkan oleh masyarakat.
Kedua, tahap moralitas mempertahankan aturan sosial (social order-maintaining), yakni: “mematuhi peraturan bukan karena merupakan ketakutan terhadap hukuman atau kebutuhan individu, melainkan kepercayaan bahwa hukum dan aturan harus dipatuhi untuk mempertahankan tatanan dan fungsi sosial”.
Selanjutnya tingkat pascakonvensional (post-conventional morality), individu pada tahap ini menyadari bahwa individu merupakan sesuatu yang berbeda dari masyarakat secara umum, perspektif seseorang harus dipertimbangkan sebelum memikirkan secara umum. Dalam tingkat ini kita mengenal dua tahap. Pertama, tahap hak individu dan kontrak sosial, dimana individu melihat bahwa hukum merupakan alat yang mengekpresikan keinginan mayoritas masyarakat, dan kadang-kadang tidak dapat diterapkan pada semua konteks sosial. Moralitas lebih merupakan kontrak rasional terhadap kemanusiaan, penghormatan pada pihak otoritas, dan mengikuti aturan yang mereka hargai dan dapat meningkatkan nilai universal.
Kedua, prinsip etika universal (universal ethical principle), pada tahap ini individu mendefinisikan baik dan buruk berdasarkan prinsip etika yang dipilih sendiri berdasarkan kesadaran pribadi. Pola berpikir remaja yang telah berubah daripada ketika masa anak-anaknya membuat perintah dan larangan tidak dapat begitu saja, sebagaimana ketika mereka masih usia anak-anak. Perubahan-perubahan yang telah terjadi pada masa remaja ini (pubertas) mengubah banyak kepribadian, yang bisa sangat berbeda dengan ketika masih anak-anak. Hal tersebut salah satunya adalah karena dorongan biologis dan ataupun seksual yang ada dalam diri.
Ketika seorang anak menginjak pubertas, Islam tidak membiarkan mereka tanpa petunjuk dalam urusan yang berhubungan dengan seks. Hal-hal yang perlu dikuasai oleh mereka dalam realitas kehidupan dimana mereka hidup. Seorang anak sebelum (baligh) dewasa harus mempelajari hal-hal yang membatalkan wudhu, dan harus belajar untuk kesiapan masa dewasa, bahwa kedewasaan adalah masa taklif (pembebanan kewajiban agama) dengan ancaman hukuman dari Allah. Pada saat itu ia harus mempertangungjawabkan segala amalnya. Tangung jawab seseorang di hadapan dirinya dan dihadapan masyarakatnya. Dia juga harus belajar bahwa mimpi bersetubuh itu merupakan hal-hal yang mengharuskan dirinya melakukan mandi besar. Selain itu, dia juga harus mengetahui bahwa mimpi bersetubuh itu merupakan gejala alami yang terjadi pada laki-laki dan perempuan, dan itu bukan merupakan kesalahan atau kejahatan yang menimbulkan hukuman bagi para pemuda dan pemudi. Dan seorang gadis juga harus belajar bahwa berakhirnya haidh merupakan hal yang mengharuskan dirinya melakukan mandi besar dan merupakan tanda kesempurnaan sebagai seorang perempuan serta tandanya dia mulai memikul tanggung jawab. Hal itu bukan merupakan sebab mulai terbentuknya keterikatan jiwa atau lahirnya berbagai kecemasan, sebagaimana dipropraganda oleh orang-orang yang menganjurkan pendidikan seks.
Untuk memberikan pengetahuan mengenai seks dalam Islam kita tidak melepaskan diri dengan perilaku dan nilai. Perilaku dan nilai ini dalam sesi pembelajaran kita mengenalnya dengan pembelajaran afektif, dimana pembelajaran ini menggunakan pendekatan dalam menyampaikan pengetahuan kepada peserta didiknya.
C. Pembelajaran Afektif
Pembelajaran merupakan proses belajar yang tersistem. Artinya proses belajar yang telah dirancang sebelumnya untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses belajar disini, adalah bagaimana membuat keberlangsungan proses belajar mengajar yang efektif, mendidik sekaligus dapat mengubah kepribadian peserta didik kearah yang lebih baik dari sebelumnya. Dalam pembelajaran kewajiban yang paling utama adalah menanamkan nilai tertentu yang sesuai dengan aturan, norma ataupun ajaran agama.
Nilai itu sendiri merupakan suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifatnya tersembunyi, tidak berada didalam dunia yang empiris. Nilai berhubungan dengan padangan seseorang tentang baik dan buruk, indah dan tidak indah, layak dan tidak layak, adil dan tidak adil, dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan pembelajaran seks untuk remaja muslim, maka nilai yang digunakan adalah nilai yang sesuai dengan syari`at Islam.
Agar pembelajaran dapat efektif, peserta didik harus menggunakan otak, mengkajinya lebih dalam (kaitannya dengan pembelajaran seks,maka peserta didik perlu memahami sisi negatif yang menyertainya jikalau ada penyimpangan), memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari.
Hakikat dari pembelajaran afektif adalah proses penanaman nilai kepada peserta didik agar dapat berperilaku sesuai dengan pandangan yang dianggapnya baik dan tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku. Karena konteks penulisan ini mengenai pembelajaran seks dalam pribadi remaja muslim maka yang dimaksudkan dengan norma-norma yang berlaku disini adalah norma-norma dalam syariat Islam.
Douglas Graham (gulo,2002) melihat empat faktor yang merupakan dasar kepatuhan seseorang terhadap nilai tertentu, yaitu:
1. Normativist. Biasanya kepatuhan pada norma-norma hukum. Selanjutnya dikatakan bahwa kepatuhan ini terdapat dalam tiga bentuk, yaitu:
a. Kepatuhan pada nilai-nilai atau norma-norma itu sendiri.
b. Kepatuhan pada proses tanpa memedulikan normanya.
c. Kepatuhan kepada hasilnya atau tujuan yang diharapkannya dari peraturan itu.
2. Integralist. Yakni kepatuhan yang didasarkan pada kesadaran dengan pertimbangan-pertimbangan yang rasional.
3. Fenomenalist. Yaitu kepatuhan berdasarkan suara hati atau sekadar basa-basi.
4. Hedonist. Yaitu kepatuhan berdasarkan kepentingan diri sendiri.
Agar dapat memberikan pemahaman mengenai pembelajaran seks bagi remaja pada taraf kesadaran tertentu, perlu adanya desain pembelajaran yang baik untuk pendidikan seks bagi mereka (remaja).
D. Metode dalam Pembelajaran Pendidikan Seks
Jika orang tua telah memiliki pengetahuan tentang metodologi pendidikan
seks, maka tugas mereka selanjutnya adalah mengajarkan pendidikan seks kepada anak secara teoritis maupun praktis. Untuk mencapai tujuan sesuai
harapan, diperlukan metode yang tepat dalam menyampaikan pendidikan seks
kepada remaja. Menurut syari’at Islam pendidikan ini erat dikaitkan dengan
pendidikan akhlak. Adapun metode pendidikan seks pada remaja adalah:
seks, maka tugas mereka selanjutnya adalah mengajarkan pendidikan seks kepada anak secara teoritis maupun praktis. Untuk mencapai tujuan sesuai
harapan, diperlukan metode yang tepat dalam menyampaikan pendidikan seks
kepada remaja. Menurut syari’at Islam pendidikan ini erat dikaitkan dengan
pendidikan akhlak. Adapun metode pendidikan seks pada remaja adalah:
a. Metode ceramah
Yang dimaksud dengan metode ceramah adalah suatu metode di
dalam pendidikan dimana cara menyampaikan pengertian atau materi kepada anak didik dengan jalan menerangkan dan penuturan secara lisan.
Di dalam memberikan materi pendidikan seks kepada para remaja
perlu sekali menggunakan metode ceramah. Dengan menggunakan kata-kata
yang jelas sehingga mudah dipahami oleh anak didik sebab guru merupakan
pusat komunikasi di dalam kelas. Metode ini digunakan untuk menjelaskan
semua materi pendidikan seks kepada remaja, baik materi yang umum
maupun khusus.
dalam pendidikan dimana cara menyampaikan pengertian atau materi kepada anak didik dengan jalan menerangkan dan penuturan secara lisan.
Di dalam memberikan materi pendidikan seks kepada para remaja
perlu sekali menggunakan metode ceramah. Dengan menggunakan kata-kata
yang jelas sehingga mudah dipahami oleh anak didik sebab guru merupakan
pusat komunikasi di dalam kelas. Metode ini digunakan untuk menjelaskan
semua materi pendidikan seks kepada remaja, baik materi yang umum
maupun khusus.
b. Metode tanya-jawab
Metode tanya jawab ialah suatu cara mengajar dimana seorang guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada anak didik tentang bahan pelajaran yang sudah diajarkan atau bacaan yang telah mereka baca, sedangkan anak didik memberikan jawaban berdasarkan fakta.
c. Metode pemberian contoh atau teladan
Rasulullah SAW merupakan contoh pendidik yang baik. Bahkan
beliau berpredikat uswatun hasanah yang berarti suri tauladan yang baik.
Maka dari itu, seorang pendidik harus memberikan teladan dalam
pendidikan seks ini terutama hal- hal yang berkaitan dengan akhlak, seperti cara berpakaian, pergaulan dengan lawan jenis, dan tingkah laku mereka. Anak pada usia remaja telah memiliki daya pikir dan nalar yang
kritis. Mereka akan sulit mempercayai hal- hal yang tidak masuk akal seperti halnya materi pendidikan seks yang disampaikan oleh orang yang perilaku seksualnya maupun akhlaknya tidak sesuai dengan teori yang disampaikan. Dengan teladan yang baik, pembelajaran lebih mudah diterima dan dapat mendorong mereka untuk ikut mempraktikkannya sesuai ajaran agama.
beliau berpredikat uswatun hasanah yang berarti suri tauladan yang baik.
Maka dari itu, seorang pendidik harus memberikan teladan dalam
pendidikan seks ini terutama hal- hal yang berkaitan dengan akhlak, seperti cara berpakaian, pergaulan dengan lawan jenis, dan tingkah laku mereka. Anak pada usia remaja telah memiliki daya pikir dan nalar yang
kritis. Mereka akan sulit mempercayai hal- hal yang tidak masuk akal seperti halnya materi pendidikan seks yang disampaikan oleh orang yang perilaku seksualnya maupun akhlaknya tidak sesuai dengan teori yang disampaikan. Dengan teladan yang baik, pembelajaran lebih mudah diterima dan dapat mendorong mereka untuk ikut mempraktikkannya sesuai ajaran agama.
d. Metode dengan menyampaikan mauidhoh
Yang dimaksud dengan metode mauidhoh ialah suatu cara atau
tehnik mendidik dengan memberikan nasihat- nasihat (ajaran-ajaran) yang
baik kepada anak didik. Dalam pendidikan seks, metode ini digunakan dalam memberikan nasihat atau peringatan kepada remaja agar mereka menghindari perilaku seksual yang menyimpang dan segera bertaubat jika mereka terlanjur melakukannya. Misalnya memberikan nasihat tentang larangan onani dan masturbasi serta menerangkan bahayanya, memberikan nasihat tentang dampak hubungan seks pra nikah, seks bebas, dan lain- lain.
tehnik mendidik dengan memberikan nasihat- nasihat (ajaran-ajaran) yang
baik kepada anak didik. Dalam pendidikan seks, metode ini digunakan dalam memberikan nasihat atau peringatan kepada remaja agar mereka menghindari perilaku seksual yang menyimpang dan segera bertaubat jika mereka terlanjur melakukannya. Misalnya memberikan nasihat tentang larangan onani dan masturbasi serta menerangkan bahayanya, memberikan nasihat tentang dampak hubungan seks pra nikah, seks bebas, dan lain- lain.
e. Metode praktis (melatih untuk mengamalkan)
Dalam memberikan materi pendidikan seks, metode ini sangat
penting diterapkan. Menurut Al Ghazali bahwa ”metode mendidik atau mengajar melalui latihan anak-anak adalah termasuk sekian banyak yang penting dan sangat penting”. Dengan menggunakan metode ini diharapkan dapat menggugah akhlak yang baik pada jiwa remaja sehingga ia tumbuh menjadi pribadi yang lebih istiqamah dan berakhlak mulia. Sebab pelatihan bertujuan untuk membiasakan remaja berperilaku sesuai norma Islam. Kebiasaan dan aqidah yang kuat tentu dapat membentengi remaja dari pengaruh negatif dari lingkungan terutama menyangkut masalah seksual yang semakin berbahaya dengan berkembangnya teknologi.
penting diterapkan. Menurut Al Ghazali bahwa ”metode mendidik atau mengajar melalui latihan anak-anak adalah termasuk sekian banyak yang penting dan sangat penting”. Dengan menggunakan metode ini diharapkan dapat menggugah akhlak yang baik pada jiwa remaja sehingga ia tumbuh menjadi pribadi yang lebih istiqamah dan berakhlak mulia. Sebab pelatihan bertujuan untuk membiasakan remaja berperilaku sesuai norma Islam. Kebiasaan dan aqidah yang kuat tentu dapat membentengi remaja dari pengaruh negatif dari lingkungan terutama menyangkut masalah seksual yang semakin berbahaya dengan berkembangnya teknologi.
E. Desain Pembelajaran Pendidikan Seks Bagi Remaja Muslim
Mendesain pembelajaran pendidikan seks bagi remaja muslim, kita harus memperhatikan perkembangan psikologi remaja itu sendiri, sebagaimana telah kita jelaskan dalam sub-bab sebelumnya. Desain pembelajaran yang tidak lepas dari nilai-nilai keislaman yang utuh. Pembelajaran yang memiliki sifat mengajarkan, mengabarkan, mengajak, dan memberikan pemahaman nilai.
Dalam desain ini, setidaknya selain memberikan pengetahuan, pendidik juga harus mampu memberikan contoh sikap dengan menunjukkan nilai-nilai tertentu. Nilai-nilai yang bersifat islami. Lebih lanjut proses penanaman nilai dan sikap tersebut dapat kita tuangkan kedalam sebuah rencana pelaksanaan pembelajaran yang tentunya tetap mengacu kepada psikologi perkembangan peserta didik (remaja: masa pubertas).
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwasanya dalam kegiatan inti pembelajaran tiga tahap penting yaitu: eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Dalam pembelajaran untuk remaja (masa pubertas) mereka telah masuk pada masa perkembangan kognitif yang disebut dengan konvensional dan pasca konvensional dimana daya berpikirnya sudah berada dalam penyesuaian dengan norma-norma yang berlaku secara umum. Sehingga dalam kegiatan pembelajaran kita sudah dapat menggunakan pendekatan rasional selain menggunakan pendekatan keimanan dan yang lainnya. Dimana pelaksanaan ketaatan aturan sudah pada tingkat nilai kesadaran pribadi dalam berhubungan dengan dunia diluar dirinya (sosial).
Kegiatan pembelajaran yang dapat dilakukan untuk Pembelajaran Pendidikan Seks bagi Remaja Muslim adalah sebagai berikut:
Jenis kegiatan
|
Kegiatan yang dilaksanakan
|
Ekplorasi
|
Ø Memberikan penjelasan bagaimana Islam memandang seks.
Dimulai dari penjelasan kondisi masyarakat pada masa pra Islam tentang kebiasaan seksual yang dilakukan oleh mayoritas umat pada waktu itu. Kemudian menjelaskan bagaimana Islam merespon keadaan waktu itu, yang pada akhirnya melahirkan “hukum” Islam mengenai seks. Hukum tentang bagaimana jika mempunyai perilaku yang menyimpang hingga bagaimana sebaiknya kita berhadapan dengan lawan jenis menurut ajaran Islam. Dan bagaimana sabaiknya agar gharizah seks dalam diri dapat diminimalkan, serta bagaimana pula Islam memandang seks dengan berbagai pendekatannya.
Ø Menayangkan beberapa video tentang bahaya seks bebas, disertai dengan tinjauan-tinjauan kesehatan.
Ø Menayangkan video tentang efek akibat dari bahaya laten pornografi ataupun pornoaksi.
Misalnya: melemahnya kekuatan berpikir karena pengaruh daya fantasi yang berlebihan.
Ø Menayangkan beberapa kerusakan moral yang diakibatkan oleh gharizah seks yang tidak
terkendali, dikaitkan dengan norma-norma masyarakat.
Ø Memberikan gambaran-gambaran umum tentang norma-norma yang berkembang di berbagai
masyarakat yang ada kaitannya dengan seks. Semisal pranata dan hukum yang tidak tertulis akan tetapi berlaku secara ketat terhadap penyimpangan perilaku seksual. |
Elaborasi
|
Ø Memberikan waktu kepada peserta didik untuk berpikir sesaat, setelah mendapatkan kegiatan
eksplorasi diatas.
Ø Memberikan beberapa waktu kepada peserta didik agar memikirkan kembali semuanya,
dan diresapi dengan nilai-nilai keimanan yang mereka miliki, dan biarkan mereka menjawab sendiri dengan apa yang telah mereka pikirkan dalam perenungan tersebut. |
Konfirmasi
|
Ø Menayangkan berbagai pendapat dari para ahli yang memberikan pernyataan mengenai seks yang
menyimpang. Yakni dari Dokter (kesehatan), psikolog (kejiwaan), ustadz atau ulama.
Ø Menguatkan kembali tentang sisi negatif yang dapat diterima jika melakukan seks yang menyimpang
Ø Menguatkan kembali bagaimana pandangan Islam tentang pornografi dan pornoaksi
|
Remaja (masa pubertas), sudah mampu berpikir dengan beberapa pendekatan, sehingga kita tidak perlu langsung menyatakan haram atau halal secara tegas, biarkan mereka memberikan kesimpulan akhir yang lebih tajam setelah melihat dari berbagai tayangan dan pendapat yang ada mengenai dampak-dampak yang dapat terjadi jika gharizah seks dilakukan dengan cara yang tidak benar.
BAB III
PENUTUP
Perkembangan berpikir remaja yang sudah melampaui kemampuan berpikir anak-anak, menjadikan desain pembelajaran pendidikan seks bagi mereka dapat dilakukan dengan pendekatan rasional. Yang artinya, pembelajaran dapat dilakukan dengan memberikan contoh-contoh riil dalam kehidupan sehari-hari tentang dampak negatif dari seks yang menyimpang, sehingga mereka dapat memberikan kesimpulan sendiri dengan bagaimana seharusnya perilaku yang dilakukan sebagai seorang muslim.
Perkembangan dan pertumbuhan yang kemudian dikenal dengan masa pubertas yang terjadi pada remaja, menyebabkan kepribadian remaja mengalami progress yang begitu cepat. Apabila gharizah seks yang mendorong pada perilaku tertentu tidak dapat diminimalkan, maka akan membawa beberapa dampak negatif, baik untuk dirinya sendiri ataupun untuk orang lain. Desain pembelajaran seks bagi remaja muslim yang kami tuliskan, banyak menggunakan pendekatan rasional. Sehingga ada tuntutan agar peserta didik mampu mengembangkan pikirannya mengenai hukum yang dapat dikenai bagi mereka yang melakukan seks menyimpang.
DAFTAR PUSTAKA
Djiwandono, Sri Esti Wuryani, Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Grasindo. 2008
Hasan, Aliah B Purwakaniah. Psikologi Perkembangan Islami: Menyingkap Rentang Kehidupan Manusia Dari Prakelahiran Hingga Pascakematian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2008
Kurniawan, Iwan (terjemahan dari karya al-Ghazali). Mutiara Ihya` Ulumuddin. Bandung: PT Mizan Pustaka. 2008
Muttaqien, Raisul (terjemahan dari karya Melvin L. Silberman). Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Nusamedia. 2009
Pearce, Evelyn C., Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia.
Sanjaya, Wina. Startegi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2006.
Tim Kuadran (terjemahan dari karya DR. Yusuf Qaradhawi). Halal dan Haram. Bandung: Jabal. 2007
Washil, Abdurrahman Abdussalam Hasan. Gejolak sex akibat dan solusinya. Jakarta : Mustaqiim. 2003.
